Monday, May 23, 2016

Entry#3: Sang Pria Penggoda



Tampan dan tidak sopan,

Kupanggil kau: pria penggoda.

Mario Ferka bukan nama sepadan,

kuciptakan untukmu sebuah sebutan,

Aku yang terbiasa dengan arti dari nama-nama,

Ferly, lalu nama tengah dengan akhiran A,

pria penggoda, kamu begitu sempurna.

     Enne masih tersenyum ketika Pak Sanjaya berlalu dan pindah kemeja berikutnya. Kali ini giliran Enne untuk berdiam di meja dan menunggu lelaki berikutnya mendatangi mejanya. Karena Pak Sanjaya yang mirip Jeff Goldblum masih membuatnya tersenyum konyol, Enne tidak memperhatikan lelaki berikutnya yang duduk didepannya.



"Halo, pintar! Kamu sedang senyum sama siapa?", sapa lelaki tersebut.



     Enne tertegun, karena suara tersebut sangat familiar seperti suara-suara penyiar radio dan dengan pilihan kata yang sangat cerdas serta menyamankan. Saat Enne menoleh ke lelaki tersebut, Enne berusaha menyembunyikan keterkejutannya dengan menahan napas dan tersenyum menahan gugup, lelaki itu adalah lelaki tinggi yang tadi diperhatikannya dihall depan. Enne menggigit bibirnya dan tidak dapat berkata-kata.



"Hei, kok malah gigit bibir, ditanya sedang senyum sama siapa?", lelaki itu bertanya dengan lembut sambil sedikit cengengesan. 
Tawa kecilnya terkesan lebih meledek ketimbang tawa yang bersifat ramah. Boyish, pikir Enne, kamu masih lelaki, belum pria nampaknya. Secepatnya Enne menjawab walaupun masih dengan senyum tersipu,

"Itu pria disana mirip Jeff Goldblum, hahaha", Enne tertawa kecil mencoba menyembunyikan refleksnya untuk tidak menggigit bibir lagi.



"Siapa itu? kamu suka dia?", kini dahi lelaki itu mengerut dan seketika raut mukanya berubah serius.



Enne merasakan rasa yang rumit. Lelaki ini bertanya dengan jujur bahwa ia tidak tahu, tetapi juga menyiratkan kecemburuan dan rasa ingin tahu secara bersamaan. Lelaki ini cukup kompleks, pikir Enne. Bagaimana sekian ekspresi berbeda bisa dia keluarkan secara sekaligus. Jujur, tidak gengsi, apa adanya, dominan, protektif, penuh rasa ingin tahu, dan sedikit cemburu disaat bersamaan. Bagaimana sekian kepribadian dapat dia keluarkan dalam waktu sesingkat ini. Menarik, pikir Enne.



"Ngga tau Jeff Goldblum?! He's a Hollywood celebrity.", Enne tidak sengaja mengeluarkan English-nya karena ia merasa cukup gugup. Speaking in English membantunya cepat merangkai kata-kata dan mengatasi kegugupannya. 



"No.", jawab lelaki tinggi didepannya kini dengan bagian dalam alis yang terangkat. 

Ia mengisyaratkan Enne untuk tidak melanjutkan penjelasannya karena buatnya adalah lebih penting untuk mengenal Enne dibanding hal lainnya. Lalu lelaki itu tersenyum serta menyodorkan tangan memperkenalkan diri,



"Mario...panggil saja Rio atau Iyo, atau apapunlah sesukamu,he he..".



Enne tertegun dengan tangan berjari jenjang itu. Panjang jarinya satu ruas lebih panjang dari jari jemari Enne yang sering dibilang jenjang oleh banyak orang. Kini ada lagi yang lebih jenjang. Raksasa, pikir Enne. Mungkin kamu cocok jadi pemeran the Selfish Giant, drama anak-anak favorit Enne. Hanya saja terlalu cepat untuk Enne memberi gelar'Selfish' padanya karena dia baru saja mengenal lelaki itu. Enne seperti merasa mulai dapat membalikkan teori relativitas. Singkat, namun penuh makna. Inilah imajinasi tanpa batas. Apakah Enne tengah jatuh cinta,  

masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan kearah sana. Lalu secepatnya Enne menjawab,



"Adrienne..panggil saja Enne."



"Enne.. Ennak Enak?!", lelaki itu berkelakar dengan spontan sambil tertawa kecil.



OK, tampan, juga tak sopan, pikir Enne. Kini ekspresi Enne berubah menjadi biasa. Enne agak terusik karena lelaki tersebut bercanda dengan namanya sebagai objek bahan tertawaan. 

Lelaki tersebut menyadari perubahan ekspresi Enne lalu menimpali,



"Sorry... nama panjangku juga tidak terlalu bagus, Mario Ferka. Kalau kamu?", lelaki tersebut membayar kekecewaan Enne dengan menunjukkan rasa minat yang lebih tinggi. Tapi Kali ini lagi-lagi dengan sikap Gentleman menyebut diri lebih dahulu.



"Jangan tertawa... Adrienne Seniwati. Ibuku seorang seniwati, dan ia sangat mencintai seni. Ia lahir di jogja, juga seorang penyanyi gereja. Tapi aku tidak bisa menyanyi..", Enne hampir tidak mempercayai dirinya dapat berbicara sebanyak itu dan mengeluarkan sekian banyak informasi kepada lelaki yang baru dikenalnya itu, lalu mencoba mengalihkan pembicaraan.



"Mario Ferka, nama yang tidak lazim. Anda blasteran?.. maksud saya, keturunan asing?", Enne merasa bahasanya tidak patut dan mencoba menyembunyikan sifat to the point dan blak-blak-annya.

Lelaki itu tersenyum lemas sambil sedikit mendengus seperti yang kecewa,



"Ya... papah yang memberikan nama itu. Aku juga tidak terlalu menyukainya, nama tengahku seperti nama wanita. Tapi cukup berguna ditempatku bekerja, tidak lazim dan menarik banyak penonton, cukup berguna.... Aku keturunan Sumatra... bisa lihat loreng harimauku?! ... tapi aku muslim sejati...", lagi-lagi lelaki itu bercanda tanpa ekspresi yang berarti dengan Poker Face-nya, Enne dipaksa untuk tersenyum dan menelan tawa. 

     Enne seperti diajak naik wahana Kora-Kora di Dunia Fantasi lalu duduk dibagian paling ujung. Dibawa biasa, becanda, lalu tiba-tiba serius diakhirnya. Enne hanya tersenyum, menutup sebelah wajahnya dan pikirannya menggumam: kelakuan...kelakuan. 



"Seniwati... apakah kamu artis? tapi kurasa bukan. Body language dan caramu berpakaian menunjukkan kamu wanita pintar. Mungkin seseorang dengan gelar pendidikan tinggi? !...",



     Enne baru saja membuka mulutnya akan mengatakan sesuatu namun lelaki tersebut menyambung kata-katanya tadi,



"Keturunan Jogja, ibumu penyanyi?! Kamu bisa jadi artis ditempatku, tapi aku tidak akan rela. Kalau kamu terkenal lalu lupa dan meninggalkan aku.".



     Lagi-lagi Enne dibuat tertawa kecil. Bagus, cerewet, sangat cerewet, pikir Enne. Yang seperti inilah yang kucari.



Tapi sayangnya, ini pria penggoda, tampan,

juga tak sopan. Dan Enne merasa bahwa 

Mario Ferka bukan nama sepadan,

kuciptakan untukmu sebuah sebutan,
Aku yang terbiasa dengan arti dari nama-nama,
Ferly, lalu nama tengah dengan akhiran A,
pria penggoda, kamu begitu sempurna, pikir Enne.


     Enne hampir tidak mempercayai pikirannya sendiri, secepat itu ia menilai seseorang. Tapi Enne bukanlah wanita yang buta akan cinta. Sebagian pemikiran yang dia kerahkan bahkan untuk hubungan percintaan, selalu berdasarkan logika. Mungkin ia sedang menjadi penilai karakter yang baik saja, pikirnya. Lamunan Enne dipecahkan lagi oleh lelaki itu,



"Kok hanya tertawa, lalu apa pekerjaanmu? dosen? kamu terlihat seperti wanita kota yang tangguh."



     What?? kamu memuji?! kepribadian yang mana lagi ini, sesaat tadi kamu sedang jadi badut yang membuatku terpingkal-pingkal. Sekarang...



"Tidak, aku tidak cukup pintar menularkan ilmuku. Aku membantu orang-orang gila sepertimu supaya menjadi sehat...", Enne menjawab sekenanya lalu baru menyadari kalimatnya dapat menjadi ambigu atau bahkan menyinggung lelaki itu. 

Lalu Enne membuka sedikit mulutnya tapi tidak tahu harus berkata-kata apa, ia tidak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk memperbaiki kalimat sebelumnya. Akhirnya, ia kembali menggigit bibirnya.



"Hei, sudah kubilang jangan menggigit bibir. Jangan menggodaku, nanti saja kalau sudah halal. Kamu belum menikah kan?",lelaki itu bukannya tersinggung disebut gila tapi malah khawatir akan Enne yang terlihat merasa bersalah, lalu mencoba mengalihkan pembicaraan. Enne akhirnya dapat tersenyum lagi dan menjawab,



"Kalau sudah menikah, tidak mungkin aku ada disini...", jawab Enne mantap.



"Jawaban yang sangat tepat dari seorang wanita pintar. Tadi kau bilang bisa membantu orang gila sepertiku, lalu apa pekerjaanmu? ini sepertinya menarik. Seru nih. Sebelum 5 menitnya habis, boleh kuminta pin BB mu atau nomer telponmu?", lelaki itu berbicara secepat sebuah gelombang pikiran, mengingatkan Enne pada tokoh BBC Sherlock favoritnya, dan Enne tidak menyangka endingnya adalah meminta nomer telponnya. Lelaki ini cerdas, pikir Enne. Lalu Enne menyebutkan nomer telponnya yang dilanjutkan dengan lelaki tersebut menelpon Enne langsung untuk memastikan nomornya benar dan tersambung.


punya Pulsa?! punya dong. Ferly syahputra gitu lowh.



No comments: